• Dede Heri Yuli Yanto

Menulis Berbagi Inspirasi

~ Masa depan kita adalah akhirat, di sana lebih baik dan lebih kekal

Menulis Berbagi Inspirasi

Tag Archives: Jepang

Emergency Bag – Siaga Bencana

08 Selasa Jul 2014

Posted by dedeheriyuliyanto in Jepang, Ramadhan

≈ Tinggalkan komentar

Tag

Bencana, Ehime, Emergency Bag, Gempa, Jepang, Mati Lampu, Matsuyama, Sahur, Senter, Taifun


Taifun no. 8Efek Taifun No.8 yang menghampiri Matsuyama malam tadi ternyata membawa dampak hujan dan guntur yang cukup besar.Tidak disangka, kejadian yang sangat langka pun akhirnya terjadi, mati lampu! Ini adalah mati lampu yang kedua kalinya selama hampir 5 tahun! Baru dua kali mati lampu!

Awalnya sempat membuat saya dan isteri kaget. Pasalnya kami baru saja akan memulai sahur, dan mati lampu ini juga mengakibatkan matinya keran air.

Tapi syukur alhamdulillah, seperti dugaan kami, hanya kurang dari 5 menit, listrik sudah kembali aktif (nyala)! Yah cukup 5 menit sudah kembali normal. Alhamdulillah.

Ketika mati lampu tadi, tangan saya langsung refleks mengambil senter yang memang sengaja kami letakkan di “Emergency Bag”, alhamdulillah. Setelah menyalakan senter, saya raih lilin untuk menerangi area ruang makan kami. Maklum, karena kejadian yang langka, kadang banyak juga yang tidak menyiapkan lilin di kamarnya.

“Emergency Bag” (gambar terlampir), begitulah kami menyebutnya, karena di dalam tas itu memang sudah kami siapkan semua barang-barang penting yang harus terbawa jika suatu saat terjadi bencana, naudzubillahi min dzalik. Di sana ada makanan siap saji, pakaian, minuman, dokumen berharga,obat-obatan, batu baterai, 4 buah senter (dua diantaranya bertenaga surya dan mekanik, dimana ernergy bisa di re-charge dengan hanya memutar tuas yang ada pada senter, jadi tidak butuh batu baterai, dan tidak tergantung listrik), dan sebagainya.

Emergency BagTas ini memang sengaja kami letakkan di tempat yang paling mudah terjangkau (di depan pintu keluar ruang tengah, dan dekat dengan kamar tidur) sehingga suatu waktu terjadi hal buruk (naudzubillah) kami bisa langsung dengan mudah menjangkaunya.

Begitulah memang SOP yang sudah diberikan oleh pemerintah Jepang dalam mengantisipasi gempa besar yang diprediksi datang 30 tahunan di Matsuyama. Maklum saja, gempa dan taifun memang sering kali melanda negeri Jepang. Mudah2an Allah SWT melindungi kita semua.

Alhamdulillah kami sdh merasakan manfaat menyiapkan Emergency Bag ini. Bagaimana dengan Anda? Sudahkah juga menyiapkannya? Kalau belum, sebaiknya jangan menundanya sampai benar-benar baru membutuhkannya!

Dede Heri Yuli Yanto,
Matsuyama Shi
8 Juli 2014

 

 

 

Share this:

  • LinkedIn
  • Twitter
  • Tumblr
  • Facebook
  • Surat elektronik
  • Cetak

Mempersiapkan “kelulusan”

09 Senin Jun 2014

Posted by dedeheriyuliyanto in Muhabasah, Pendidikan

≈ Tinggalkan komentar

Tag

Doktor, Ehime University, Jepang, Kelulusan, Pendidikan, Persyaratan Kelulusan, Ph.D, Rendai, Takwa, UGAS, Wisuda


“Oh noooo! Sudah pertengahan Juni, padahal batas waktu penyerahan dokumen “kelayakan” kelulusan program Doktor tahun ini adalah tanggal 18 Juni. Apalagi jurnal belum juga ada yang terbit, padahal persyaratannya harus terbit minimal dua jurnal internasional. Terus, disertasi juga belum nge-draft lagi! Ampuuuun, bisa ga yaah saya ikut wisuda doktor tahun iniiii?”

Tenang, ilustrasi di atas cuma fiksi kok. Mudah-mudahan tidak menimpa salah seorang diantara mahasiswa Doktor dimanapun tempat studinya, aamiin.

Nah, supaya tidak mengalami kejadian seperti di atas, ada baiknya bagi calon doctor/Ph.D, mengetahui apa saja dan bagaimana persiapan kelulusan doctor itu sebenarnya. Tulisan ini insyaAllah ditujukan untuk memberikan gambaran bagaimana mempersiapkan kelulusan program Doktor di Ehime University Jepang, khususnya di The United Graduate School of Agricultural Sciences (UGAS-EU). Meski secara detail bisa saja berbeda dengan fakultas atau universitas yang lain, namun secara umum persiapannya bisa jadi hampir mirip. Berikut beberapa persiapan yang mungkin bisa dipertimbangkan:

1. Ketahui deadline-deadline waktu kelulusan

Untuk di UGAS-EU periode September, secara detail deadline waktu kelulusan ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Deadline waktu kelulusan di UGAS-EU periode Oktober.

Gambar 1. Deadline waktu kelulusan di UGAS-EU periode September.

Secara umum, wisuda akan berlangsung sekitar tanggal 22 September. Satu bulan sebelum itu, yakni sekitar tanggal 2 Agustus, calon doctor harus melaksanakan presentasi disertasi. Untuk periode September, presentasi biasanya dilakukan secara bergilir di Kochi University atau Kagawa University. Sedangkan untuk periode Maret, dilakukan hanya di Ehime University. Tahun 2014 periode September, presentasi disertasi akan dilakukan di Kagawa University.

Persyaratan untuk mengikuti presentasi disertasi, diserahkan ke representative committee paling lambat tanggal 2 Juli, sedangkan persyaratan “kelayakannya” diserahkan paling lambat tanggal 18 Juni. Uniknya, sebagai salah satu persyaratan mengikuti presentasi disertasi di UGAS-EU, setiap calon doctor diharuskan telah melakukan “interim presentation” maksimal 6 bulan sebelum presentasi disertasi. Artinya, sejak bulan November tahun kemarin hingga Februari tahun ini calon doctor harus sudah mendaftarkan diri untuk melakukan interim presentation. Sebab, jika itu tidak dilakukan diwaktu yang telah disediakan tersebut, berarti yang bersangkutan tidak bisa mengikuti presentasi disertasi pada bulan Agustus, yang berarti kelulusannya tertunda. Demikian seterusnya.

Jadi, kunci masuk yang pertama untuk mengikuti kelulusan agar tepat waktu adalah menyiapkan data dan bahan presentasi interim pada saat sudah memasuki tahun kedua akhir program Doctor (sekitar bulan November – Februari).

2. Ketahui persyaratan kelulusan

Biasanya, setiap calon doctor yang baru masuk dan bergabung di Lab akan diberikan informasi oleh Professornya terkait persyaratan yang harus dipenuhi untuk kelulusannya. Persyaratan disetiap Lab dan Professor bisa saja berbeda-beda. Ada yang meminta untuk publikasi minimal dua jurnal international berimpact factor minimal 3 misalnya, ada juga yang sekedar 1 jurnal international peer review, bahkan bisa jadi tidak perlu persyaratan untuk publish asalkan mengikuti international conference, dan sebagainya. Point pentingnya adalah tanyakan persyaratan ini kepada Supervisor anda.

Nah, untuk di UGAS-EU, persyaratan kelulusannya telah dibuat seragam di tiga universitas, Ehime, Kochi, dan Kagawa. Misalnya, 1) setiap calon doctor harus sudah memenuhi 12 kredit kuliah, 2) setiap calon doctor harus mempublikasi minimal 2 jurnal international peer review, 3) atau bisa saja hanya 1 jurnal international peer review, ditambah 1 international proceeding. Akan tetapi untuk yang point nomor 3 ini, tergantung dari setiap representative committee di Departement-nya. Jadi, untuk memenuhi kaedah kenyamanan dan kepastian, sebaiknya setiap calon doctor harus sudah memenuhi kuliah 12 kredit dan publish 2 jurnal international peer review.

3. Ketahui posisi Anda

Pengalaman pribadi saya mengungkapkan bahwa mengetahui posisi dimana kita berada dan masuk diprogram mana, sangat membantu psikologi kita untuk mempersiapan kelulusan. Misalnya, untuk program Doktor yang lanjut dari Master (program 5 tahun), maka secara persiapan tentu memiliki lebih banyak waktu daripada program Doktor (yang hanya 3 tahun).

Jika kita melihat kembali Gambar 1, maka dapat dipastikan, untuk program Doktor 3 tahun, akan menjadi jauh lebih berat memenuhi persyaratan tersebut daripada yang program 5 tahun. Karena waktu yang tersedia untuk mencari data eksperimen hanya sekitar 1-2 tahun. Sementara, disela-sela waktu tersebut, calon doctor juga sudah harus melakukan proses submission paper-nya ke jurnal-jurnal international untuk melengkapi persyaratan kelulusannya. Ini tentu jauh lebih berat daripada mereka yang mengikuti program Doktor yang lanjut dari Master (5 tahun). Karena secara umum (tidak semuanya), data-data saat Master, bisa digunakan untuk publikasi Doktor dan dapat diajukan sebagai kelengkapan kelulusan asal dipublikasi pada rentang studi program doktornya yang 3 tahun (meskipun datanya diambil saat program Master). Sehingga pada tahun pertama Doktor, dia sudah bisa melakukan proses submission. Oleh karenanya, bagi calon doctor program 3 tahun, harus lebih bekerja keras mengumpulkan data ditahun pertama. Agar tulisan dan publikasi dapat dilakukan secepatnya misalnya pada awal tahun kedua.

4. Ketahui spesifikasi jurnal-jurnal yang akan Anda publish

Mengetahui spesifikasi jurnal tempat kita mempublish paper, juga penting. Karena kalau salah, bisa jadi jurnal tempat kita publikasi tidak masuk dalam kualifikasi yang dipersyaratkan oleh Fakultas. Oleh karenanya, yang pertama, kita harus mengecek secara detail apakah jurnal tersebut adalah jurnal peer review atau tidak, sebab beberapa fakultas mensyaratkan hal ini. Jika mau aman, usahakan submit paper Anda ke jurnal-jurnal yang memang sudah diakui secara international, misalnya di Elsevier, Springer, Wiley, ACS, dsb. Kedua, lihatlah aritkel info di jurnal tersebut. Biasanya ada di kiri atas atau tempat-tempat tertentu. Info ini dibutuhkan untuk mengetahui berapa lama biasanya waktu yang diperlukan oleh setiap paper untuk bisa publish atau minimal diaccepted sejak pertama kali submission. Kebanyakan, untuk proses publikasi sejak pertama kali submission memakan waktu 4 – 12 bulan, tergantung jurnalnya. Dengan mengetahui rentang waktu yang dibutuhkan oleh setiap jurnal, kita dapat memilih jurnal-jurnal tersebut sesuai kebutuhan kita. Kalau kita membutuhkan waktu publikasi yang cepat, maka carilah jurnal-jurnal yang cepat prosesnya, demikian seterusnya. Berikut adalah contoh artikel info di salah satu jurnal di Elsevier.

Article info

Di paper tersebut, proses submission pertama kali dilakukan tanggal 9 Januari 2013 dan setelah melului proses review yang panjang, baru diaccepted pada 12 September 2013, selanjutnya terbit secara online pada 5 Oktober 2013. Ini berarti, waktu yang diperlukan untuk publish di jurnal tersebut sejak proses submission pertama kali adalah sekitar 9 Bulan. Ini tentu bukan waktu yang sebentar. Sehingga kalau butuh waktu cepat, tentu tidak pas kita publikasi dipaper ini, misalnya.

Nah, kembali ke deadline (Gambar 1) lagi. Jika melihat deadline di atas, dimana dokumen kelayakan sudah harus diserahkan pada tanggal 18 Juni ini, maka untuk lebih aman, setiap calon doktor minimal sudah memiliki dua jurnal yang publish pada akhir tahun kedua (Sekitar bulan September atau satu tahun sebelum wisuda). Kalau dalam proses publikasi saja memakan waktu sekitar minimal 9 bulan maka sebaiknya setiap calon doctor harus sudah memulai proses submission sekitar bulan November atau awal tahun kedua diprogram yang berjalan. Ini berarti pengambilan data di tahun-tahun awal program doctor menjadi sangat berarti dan harus efektif. Apalagi, proses menulis paper juga dipastikan memakan waktu yang cukup lama, misalnya sekitar 2-4 bulan.

Penutup

Itulah sebagian pengalaman yang dapat dibagikan untuk semua calon doctor terutama yang kuliah di UGAS-EU. Disamping beberapa hal tadi, kita juga dituntut untuk bisa berbagi waktu dengan segala aktivitas kita diluar kampus, misalnya program dakwah pengajian di MICC (Matsuyama Islamic Culture Center), aktivitas di PPI (Persatuan Pelajar Indonesia-Jepang), keluarga, dan sebagainya. Mudah-mudahan kita semua dapat membagi waktu-waktu tersebut menjadi waktu-waktu yang efektif. Aamiin.

Pelajaran

Sebagai ibroh dan pelajaran, memang tidak mudah mempersiapkan kelulusan doctor. Bahkan kalau boleh dibilang, sangat sulit. Kesulitan terbesar adalah pada saat kita dituntut untuk mempublikasikan paper sebagai salah satu persyaratan kelulusan. Selama proses submission dan review, proses ikhtiar kita sudah pada puncaknya, karena diterima atau tidaknya paper kita tidak lagi ada di dalam lingkaran yang kita kuasai, tapi ada pada pilihan orang lain (Editor dan Reviewer). Akan tetapi ikhtiar kita saat membuat paper tersebut agar menjadi layak diterima oleh mereka tentu memiliki peran yang cukup besar pula dan menentukan diterima atau tidaknya. Saat itulah do`a dan pengharapan kepada Allah SWT, Zat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu selayaknya lebih banyak dipanjatkan.

Pelajaran lainnya

Saya terkadang berpikir. Untuk proses kelulusan doctor ini saja, kita dituntut untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Semua deadline, persyaratan dan strategi harus benar-benar diketahui dan dipersiapkan. Maka, saat kita mau berpikir yang lebih besar lagi dan menyeluruh, misalnya untuk proses “kelulusan hidup” menjadi manusia yang bertakwa, tentu kita juga dituntut untuk mempersiapkan diri ini dengan sebaik-baiknya. Apalagi, meski persyaratannya sudah jelas dan itu harus dipenuhi (ada di dalam Al-Qur’an dan Sunnah) terkadang kita masih lalai mempersiapkannya. Celakanya, ternyata “deadline” mengumpulkan persyaratannya juga tersembunyi. Kematian sewaktu-waktu bisa saja menjemput kita untuk meminta semua kelengkapan persyaratan yang sudah kita persiapkan tadi. Pertanyaannya adalah, apakah saat “deadline” itu menjemput, kita sudah siap dengan semua persyaratan “kelulusan” kita? Semoga belum terlambat.

Semoga kita menjadi bagian dari orang-orang yang diluluskan. Aamiin.

Wallahu a`lam.

Dede Heri Yuli Yanto,

Matsuyama Shi,

9 Juni 2014.

 

 

 

 

 

 

 

 

Share this:

  • LinkedIn
  • Twitter
  • Tumblr
  • Facebook
  • Surat elektronik
  • Cetak

Saat taksi mengejar bus kota

24 Senin Feb 2014

Posted by dedeheriyuliyanto in Akhlak, Hikmah, Jepang, Pendidikan

≈ Tinggalkan komentar

Tag

Ehime, HOPE Meeting, Jepang, Matsuyama, Matsuyama Airport, Stasiun Dogo, Taksi


Kalau sebelumnya saya sempat ketinggalan dompet di bus sewaan salah satu panitia “Undokai” Matsuyama, kali ini kejadian ketinggalan barang lebih unik lagi, di Bus Kota!

Ceritanya, hari itu adalah salah satu hari penting bagi saya, karena saya akan berangkat menghadiri acara HOPE Meeting with Nobel Laureates di Tokyo. Pertemuan ini di gagas oleh JSPS Japan untuk mempertemukan sekitar 100 Mahasiswa Doktor dan Postdoct dari 15 negara dengan beberapa pemenang Nobel Laureates. Di sana, peserta mendapatkan seminar dan berdiskusi secara private dan langsung dari pemenang Nobel. Mereka, para pemenang Nobel Laureates berbagi pengalaman dan kiat-kiat mereka dalam penelitian hingga mampu pada pencapaiannya saat itu, meraih Nobel Laureates. Acaranya yang sangat bergengsi dan menjadi pengalaman paling berharga bagi saya sebab tidak semua orang punya kesempatan hadir di sana. Syukur Alhamdulillah, saya mendapatkan kesempatan itu. Saya pun tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan berbincang dan berdiskusi langsung dengan para peraih Nobel saat itu.

Salah satu yang menjadi agenda adalah penyampaian presentasi dengan poster terkait penelitian terkini dari masing-masing peserta. Seluruh peserta diminta membuat poster hasil risetnya pada karton berukuran 90 x 120 cm. Saya lalu bergegas mempersiapkannya. Poster kemudian diprint  menggunakan printer kampus, lalu dimasukkan ke dalam tempat poster berbentuk silinder yang saya pinjam dari salah seorang senior di kampus.

Beres! setiap perlengkapan sudah masuk ke dalam satu buah koper, satu tas kecil berisi kamera, satu buah tas punggung berisi laptop serta poster yang siap di jinjing karena memang ukurannya yang cukup besar sehingga tidak bisa masuk baik ke dalam koper ataupun tas. Meski cukup repot, saya merasa sudah biasa membawa dua tas, satu koper. Hanya saja, kali ini ada tambahan selongsong poster dan itu ringan, artinya tidak terlalu merepotkan. Jadi saya tidak merasa sama sekali repot karenanya.

Pagi itu, saya siap berangkat ke Matsuyama Airport. Biasanya saya menggunakan taksi dari apartment ke bandara. Namun entah mengapa, kali ini saya berangkat menggunakan bus kota. Karenanya, sejak sehari sebelum keberangkatan, saya sudah mengecek jadual keberangkatan bus kota nomor 52 menuju bandara dari terminal Dogo. Terminal Dogo adalah terminal terdekat dari tempat tinggal saya dan bisa di tempuh dengan berjalan kaki sekitar 10 menit. Karena saya memutuskan menggunakan bus ke bandara, maka saya melebihkan cadangan waktu menjadi sekitar dua jam sebelum take of pesawat dan menyesuaikan dengan jadual bus di terminal.

Setelah pamitan dengan isteri dan anak-anak, saya pun bergegas menuju terminal dengan berjalan kaki membawa koper, dua tas, dan satu jinjingan poster. Sampai di terminal Dogo, waktu masih menunjukkan kurang 10 menit dari jadwal kedatangan bus menuju bandara. Selama kurang dari 10 menit menunggu, saya dikagetkan oleh sapaan seorang Bapak tua yang dengan ramahnya menyapa saya. Hal ini sudah biasa bagi saya jika ada orang Jepang yang mengajak berbicara. Mungkin karena sifat mereka yang ramah atau juga karena mereka tahu bahwa saya adalah orang asing, sehingga dapat dijadikan teman berbicara bagi mereka yang sudah bicara. Intinya Bapak itu mengajak saya mengobrol panjang-lebar, baik tentang Jepang, Indonesia, seikatsu (kehidupan di Matsuyama) dan sebagainya, hingga saya sedikit terlena akan waktu keberangkatan bus. Saat pembicaraan tengah berlangsung, datanglah bus kota dengan nomor 52, tepat berhenti dihadapan saya dan si Bapak. Kami pun akhirnya naik bersamaan. Sebenarnya, saya sempat menyadari dan bertanya dalam hati, mengapa Bapak yang berbicara dengan saya tadi juga ikut naik bersama saya ke dalam bus. Lagi pula, mengapa bus ini datang lebih awal 3 menit dari jadual kedatangannya. Ini memang agak kurang lazim di Jepang, mengingat toleransi keterlambatan dan kecepatan datang adalah kurang dari satu menit. Kalau sampai lebih dari satu menit, tentu ada yang tidak beres, pikir saya. Tapi waktu itu, saya tetap naik bersama dengan si Bapak tadi.

Setelah semua penumpang duduk, Pak supir, seperti biasa mengingatkan kepada penumpangnya tentang jurusan yang akan dituju oleh bus. Tapi karena saya sibuk dengan berbagai perlengkapan yang harus saya letakkan satu persatu di dekat tempat duduk saya dan cukup banyak waktu itu, saya menjadi tidak focus mendengarkannya. Bus pun melaju perlahan. Seperti biasa, bus di Jepang, jalannya lambat-lambat. hehehe.

Saya mulai curiga bus yang saya tumpangi tersebut bukan ke arah bandara melainkan arah sebaliknya, dari bandara ke arah Oku Dogo, terminal terakhir yang berlawanan dari arah bandara. Saya pun benar-benar tersadar kalau saya salah jurusan. Dengan tergesa-gesa saya mendekat ke Pak Supir dan menanyakan arah tujuan bus tersebut. Dan benar saja, bus tersebut bukan ke arah bandara, melainkan sebaliknya. Tapi saya sudah cukup jauh hingga saya akhirnya bisa di turunkan di salah satu halte bus. Dengan tergesa saya bawa barang-barang saya dan saat saya akan bayarkan ongkosnya, Pak supir menolak untuk di bayar. Jadi saya turun sambil bilang, arigatou gozaimasu. Pak supirpun menunjuki saya agar saya menyebrang jalan, lalu menunggu bus sebaliknya untuk menuju ke bandara. Bus pun kembali melaju menuju terminal Oku dogo. saya kemudian menyebrang jalan, dan barulah teringat. Ada satu bawaan saya yang tertinggal. Poster saya masih di dalam bus!

Dengan sedikit panik, saya segera mengejar kembali bus tersebut, namun apa daya bus sudah terlanjur menjauh dari saya. Saya segera mencari taksi terdekat untuk mengejar, tapi tidak ada. Maklum, tempat saya di turunkan memang agak sepi sehingga bus dan taksi jarang sekali lewat disana kecuali pada jam-jam tertentu. Dengan perasaan tak karuan, karena saya harus mengejar pesawat ditambah poster tersebut harus di bawa lantaran menjadi salah satu agenda dalam pertemuan, saya pun mulai mencari solusi yang bisa dilakukan.

Saya menelpon salah seorang rekan saya untuk membantu menelpon perusahaan Bus tersebut (Iyotetsu) dan mengabarkan poster yang tertinggal, sehingga bisa membantu mengembalikan poster tersebut dalam waktu yang singkat, mengingat waktu take of semakin dekat. Saya pun menelepon Taksi langganan saya, dan tidak lebih dari 6 menit sudah sampai di depan saya. Setelah menyampaikan apa yang menjadi masalah saya kepada Pak supir taksi (dengan bahasa Jepang sekenanya, hehehe), akhirnya dengan baik hati beliau mau membantu saya.

Bapak supir taksi mulai menelepon perusahaan Iyotetsu untuk memastikan posisi bus 52 yang berangkat dari Dogo sekitar pukul 8.35 tersebut. Akhirnya diperoleh informasi bahwa bus tersebut telah sampai di terminal Oku Dogo dan segera kembali ke arah bandara. Namun Pak Supir taksi sadar betul saya butuh waktu segera, sehingga beliau segera meminta janjian bertemu secepat mungkin dengan Pak supir bus 52 tersebut dan di sepakatilah pertemuan dilakukan dihalte sekitar tunnel (terowongan). Kemudian saya di bawa oleh Pak Supir ke sana. Setelah menempuh cukup jauh, sampailah kami di tempat pertemuan yang di janjikan. Sayangnya, setelah sampai disana dan menunggu sekitar 2 menit, bus tersebut tidak juga kunjung datang. Pak Supir Taksi memutuskan untuk kembali ke halte semula, karena khawatir bus tersebut sudah melewati halte di sekitar terowongan tadi. Kami pun melaju kembali ke halte semula. Dan ternyata bus pun belum sampai di sana. Pak Supir pun dengan cekatan mengambil HP-nya dan menelpon kembali perusahaan Iyotetsu untuk memastikan posisi bus itu. Akhirnya kami mendapatkan kabar, bahwa bus tersebut baru saja melewati terowongan tempat awal kami janjian dan sebentar lagi sampai di halte tempat kami menunggu.

Tidak lama, akhirnya bus itupun datang. Perasaan saya begitu lega, karena poster tersebut benar-benar dibutuhkan saat ini. Segera Pak Supir bus pun keluar dari bus-nya dan disusul Pak supir taksi keluar dari taksinya. Dari dalam taksi saya melihat serah terima poster itu. Saya pun segera keluar untuk menyampaikan rasa terima kasih saya kepada Pak Supir bus.

Alhamdulillah, akhirnya sekarang beres, siap berangkat ke bandara. Selama perjalanan ke bandara, sayapun akhirnya berbincang-bincang dengan Pak Supir taksi, dari mulai pekerjaan, keluarga, hingga rencana masa depan. Yang paling saya ingat adalah saat dia bercerita tentang penghasilannya selama ini yang sengaja ditabungnya untuk berlibur bersama isterinya (sebagai gambarang usia Pak Supir sekitar 55 – 65 tahun). Hasil tabungannya sekarang sudah mencapai lebih dari 400 mang en (atau sekitar 400 juta).

Mulailah saya beraksi dengan menawarkan dia bagaimana untuk berlibur di Indonesia. Diapun akan mempertimbangkannya, setelah saya menjelaskan bahwa orang jepang yang datang ke Indonesia akan menjadi okane mochi san (orang kaya) karena perbedaan nilai mata uang.

Sampailah saya di bandara dan saya pun bersiap membayarkan ongkos taksinya. Kagetnya saya, ternyata argo yang berjalan sejak awal adalah bukan argo saat saya mulai memintanya mencarikan poster saya yang tertinggal di bus, akan tetapi saat saya benar-benar mulai berangkat dari halte terakhir menuju bandara. Sebagai gambaran ongkos dari halte tadi ke bandara sekitar 2700 yen, jadi mestinya harga terakhir sekitar 3500 – 4000 karena urusan tadi.

Saat saya tanyakan mengapa tidak di start sejak awal saya meminta bantuan, beliau menjawab, yang tadi adalah sebagai bantuannya untuk saya, bukan untuk ongkos ke bandara. Saya pun akhirnya mengiyakan dan mengucapkan terima kasih kepada Pak Supir sambil menuju belakang bagasi untuk mengambil koper saya.

Sambil membungkukkan badannya tanda hormat kepada penumpangnya, si Bapak supir berpesan kepada saya. “Hati-hati yah, posternya jangan sampai tertinggal lagi”. “Baik Pak” jawab saya dengan tersipu malu. Dalam hati saya bergumam “semoga semakin banyak orang-orang seperti Bapak ini di dunia”.

Dede Heri Yuli Yanto

Matsuyama Shi

24 Februari 2014.

Share this:

  • LinkedIn
  • Twitter
  • Tumblr
  • Facebook
  • Surat elektronik
  • Cetak

Saat dompet tertinggal di bus

16 Minggu Feb 2014

Posted by dedeheriyuliyanto in Hikmah, Jepang, Pendidikan

≈ 1 Komentar

Tag

Dompet, Ehime, Jepang, Matsuyama, Undokai


Setiap tahun Jepang selalu mengadakan acara pertandingan olah raga, biasa dikenal dengan istilah “undokai”. Ceritanya, waktu itu saya dan beberapa rekan PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Ehime ikutan gabung untuk meramaikan acara tersebut. Kami bergabung dalam satu tim dengan berbagai Negara dan dikoordinasikan oleh MIC (Matsuyama International Center). MIC adalah salah satu bagian dari pemerintah kota Matsuyama yang memiliki tugas khusus untuk memfasilitasi berbagai kegiatan international dan warga Negara asing di Matsuyama.

Pagi-pagi, kami semua sudah berkumpul di gedung COMS (tempat MIC berkantor) untuk berangkat bareng menggunakan bus yang sengaja di sewa oleh panitia. Sekitar 30 menit jarak tempuh, bus pun sampai ditempat undokai dilaksanakan. Tempat itu belakangan saya ketahui merupakan salah satu kompleks olah raga terbesar di Matsuyama bernama Botchan Stadium. Diberi nama demikian mungkin karena botchan adalah salah satu tokoh komik terkenal di Jepang yang berasal dari Ehime. Matsuyama sendiri merupakan pusat kota dan kota terbesar di Propinsi Ehime bahkan pulau Shikoku.

Di acara tersebut, kami mengikuti berbagai perlombaan olah raga unik seperti tarik tambang, lompat tali berkelompok, memasukkan bola ke dalam sarang yang tinggi (seperti basket), lomba balap lari perorangan dan berkelompok, dsb.

Saat acara usai, kami pun kembali ke gedung COMS dengan menaiki bus yang sama saat kami berangkat. Dari COMS kami kembali ke apartment masing-masing. Saat itu  adalah pukul 14.00 JST, saat saya sampai di depan apato (apartment saya). Sampai di ruang tamu saya langsung melepaskan semua perlengkapan saya. Seperti biasa, saya meletakkan kunci sepeda, tas, dan lalu merogoh kantong belakang untuk mengeluarkan dompet. Alangkah kagetnya, ternyata saya tidak mendapati dompet saya di kantong belakang celana. Saya langsung mengecek ke dalam tas, ternyata tidak ada. Saya pastikan di keranjang sepeda, juga tidak ada. Akhirnya saya baru sadar, kalau dompet saya hilang!.

Saya mulai panik dan mulai mengingat-ngingat kapan terakhir tangan saya bersentuhan dengan dompet. Apa mungkin jatuh saat saya ganti baju dan celana olah raga di lapangan. Apa mungkin jatuh saat bersepeda, saya masih tidak ingat. Atau bisa juga tertinggal di bus saat pulang, pikir saya saat itu. Diantara berbagai kemungkinan, hanya kemungkinan terakhir yang bisa saya cek sesegera mungkin. Itu berarti saya harus segera menelepon panitia MIC untuk memastikan apakah dompet saya tertinggal di bus atau tidak. Karena kalau mau mencari dilapangan, sebenarnya bisa saja, akan tetapi, butuh waktu yang lebih lama karena berarti saya harus pergi lagi ke bothan stadium, berkeliling ke lapangan, dan memeriksa kamar ganti baju untuk menemukan dompet tersebut.

Mulailah saya menelepon panitia MIC dengan bahasa Jepang seadanya, yang penting sampai kepada mereka apa yang saya maksudkan, bahwa saya ingin mereka memastikan apakah dompet saya tertinggal di bus atau tidak. Alhamdulillah mereka mengerti! intinya mereka akan segera menelpon  “utensha san” (supir bus) untuk memastikan apakah ada dompet saya atau tidak di bus tersebut.

Tidak lama saya menunggu, HP saya pun berbunyi kembali yang ternyata dari panitia MIC dan mengabarkan bahwa memang benar dompet saya tertinggal di salah satu bangku bus. Orang di ujung telpon pun berjanji bahwa salah seorang dari panitia akan segera mengantarkannya ke apato saya. Dan benar saja, tidak sampai 30 menit dari watu yang dijanjikan, dompet saya sudah kembali kepada saya. Luar biasa!

Pembaca yang budiman. Saya tidak sedang ingin membandingkan situasi ini apabila terjadi di Negara saya tercinta, Indonesia. Karena kita tahu persis apa yang akan terjadi saat benda-benda berharga kita sedikit saja lepas dari kita. Salah seorang rekan saya pernah berkata “Bro, di Indonesia, jangankan dompet tertinggal di bus. Tuh dompet, di rante aja dikantong ente, tetep bisa hilang kalau ente ga pegangin terus”.

Saya lahir dan besar di Jakarta. Meski begitu, sejujurnya saya kurang nyaman menggunakan fasilitas umum di Jakarta, terutama bus kota. Waktu saya kuliah di IPB Bogor, setiap hari Senin pagi, saya selalu berangkat dari rumah ke Bogor via Uki (dulu stasiun bayangannya ada di Uki). Setiap saya menaiki salah satu bus jurusan Grogol-Uki, selalu saja ada kejadian entah pencopetan, pemaksaan, dan kadang-kadang penodongan di dalam bus. Kejadian itu kerap terjadi setiap saya naik bus ke Uki. Bisa dibayangkan bagaimana bosan dan bencinya saya naik bus di Jakarta. Saya pun akhirnya memutuskan untuk menggunakan motor ke kampus sejak saat itu.

Anyway itu dulu, mungkin sekarang sudah lebih baik. Apalagi ada busway yang katanya keamanannya sedikit terjamin. Jujur, saya belum pernah naik busway. Jadi belum tahu apakah benar begitu atau tidak. Intinya saya tetap yakin kalau masih banyak orang baik di negeriku tercinta. Meski saya pun sadar, butuh waktu lama untuk menjadikan Indonesia seperti Jepang saat ini.

Itulah Jepang! Meski sebenarnya saya sudah pernah dengar dari banyak cerita bahwa Jepang sangat aman dari pencurian dan kehilangan barang, tapi saat kehilangan pertama saya, rasa khawatir dompet saya tidak akan kembali tetap menghampiri. Dan kebenaran berita itupun akhirnya benar-benar terjadi pada diri saya.

Dede Heri Yuli Yanto

Matsuyama Shi

February 2014.

Share this:

  • LinkedIn
  • Twitter
  • Tumblr
  • Facebook
  • Surat elektronik
  • Cetak

Typhoon, bencana, dan Jepang

24 Kamis Okt 2013

Posted by dedeheriyuliyanto in Hikmah, Jepang, Pendidikan, Science

≈ Tinggalkan komentar

Tag

Bencana, Hikmah, Jepang, Samudera Pasifik, Taifu, Typhoon


Taifun Japan-editedOctober 17, 2009 lalu seharusnya menjadi hari pertama kalinya saya pergi ke Saragamine Mountain (salah satu gunung terdekat dari kampus saya di Ehime Uni, Shikoku) untuk mengambil beberapa sample jamur bersama Professor saya. Tapi sayang, kami harus mengundurkan maksud tersebut hingga satu minggu kedepan lantaran typhoon (atau taifu dalam bahasa jepangnya) kebetulan akan menghampiri Ehime pada tanggal-tanggal tersebut. Sejak pertama kali saya datang ke Ehime tanggal 7 Otober 2009 lalu, taifu memang sering sekali berkunjung ke Jepang. Salah satu efek yang sangat saya ingat waktu itu adalah ketika salah seorang rekan seangkatan saya dari Indonesia harus rela di cancel penerbangannya akibat taifu tersebut. Hingga akhirnya ia tidak bias hadir di pertemuan perdana kelas Japanese culture yang tempo itu dilaksanakan pertama kalinya pada minggu-minggu pertama bulan Oktober. Beruntung saya tiba di Matsuyama pada tanggal sebelum kedatangan taifu tersebut.

Taifu adalah sebuah system tekanan rendah yang besar, biasanya muncul dari arah barat laut Samudera Pasifik disertai dengan angin kencang hingga mencapai kecepatan 200 km/jam, dan mampu menaikkan permukaan laut serta disertai curah hujan yang cukup deras.

Sekitar 30 taifu setiap tahunnya menghampiri Jepang dan muncul dari arah barat laut Samudera Pasifik. Seringnya melintasi Okinawa Prefecture atau menghantam pulau-pulau utama di Jepang khususnya Kyushu dan Shikoku. Tapi tidak jarang juga wilayah seperti Tokyo, Osaka, bahkan Hokkaido terkena imbas taifu.

Taifu datang antara bulan Mei dan Oktober dengan Agustus dan September adalah puncak-puncaknya. Taifu yang datang lebih belakangan cenderung lebih besar daripada yang datang lebih awal dalam satu musim tersebut. Di Jepang, taifu yang datang biasanya diberi nomor dan jarang diberikan nama seperti di beberapa negara yang menggunakan nama untuk typhoon yang datang. Misalnya Taifu No. 12 artinya taifu tersebut adalah taifu yang datang dengan urutan ke dua belas pada tahun tersebut.

Di Jepang, titik-titik pergerakan taifu dapat diprediksi dengan sangat akurat. Media Jepang sering memberitakan pergerakan taifu ini bila kedangannya tiba. Misalnya tadi malam diberitakan bahwa Taifu No. 27 dan 28 akan datang berbarengan sekaligus menuju Jepang. Pergerakannya diprediksi akan mencapai Shikoku sekitar tanggal 25 pukul 15.00 hingga tanggal 26 Oktober pukul 15.00. Pemerintah setempat diberbagai wilayah yang dikhawatirkan terkena dampak berat akibat taifun saat ini tengah mengevakuasi warganya. Pasalnya, Taifun no. 26 yang datang pada 16 Oktober 2013 lalu telah menjadi taifu terbesar semenjak 1 decade (10 tahun) terakhir yang mengakibatkan setidaknya 18 orang tewas dan 44 orang lainnya hilang. Hantaman terbesar terjadi di pulau Oshima, sekitar 120 km selatan Tokyo. Mayoritas orang tewas akibat hujan deras yang memicu banjir dan tanah longsor yang menimpa rumah-rumah penduduk sekitar. Karenanya, beberapa tempat yang diperkirakan akan rawan ini sudah mulai dievakuasi sejak kemarin.

Taifu di Jepang, sekali lagi merupakan fenomena alam yang suka atau tidak suka datang setiap tahunnya. Titik masalahnya bukan disana. Tapi pada bagaimana pemerintah Jepang mengantisipasi kedatangan taifu setiap tahunnya. Saya tentu tidak secara detail mengetahui bagaimana mereka mengantisipasi ini dengan berbeagai rencana dan strategi. Tapi paling tidak hal-hal yan bisa tampak dari berbagai aktivitas, dapat dengan mudah dianalisa bahwa itu adalah bagian dari persiapan tersebut. Misalnya, dengan mulai menebangi pohon-pohon atau dahan-dahan yang kelihatan sudah mulai rapuh dan dikhawatirkan akan patah terkena taifu, menormalisasi kembali kekencangan kabel-kabel listrik di jalan-jalan, informasi-informasi media yang gencar memberitakan aspek-aspek taifu, mulai dari kedatangan, kekuatan, antisipasi yang harus dilakukan oleh seseorang bila secara tidak sengaja sedang ada di jalan, menyediakan tempat-tempat penampungan sementara, menyediakan alarm disetiap pinggiran sungai yang akan bunyi tatkala ketinggian sungai mencapai titik tertentu, dan lain-lain.

Jepang memang negeri penuh tantangan (alam). Berbagai ancaman bencana mereka prediksi akan datang di negeri tersebut. Seperti gempa dahsyat yang diprediksi akan juga datang di Shikoku atau wilayah-wilayah Jepang secara umum, atau gempa yang memicu tsunami disekitar Kochi, dan sebagainya. Makanya tidak heran kalau setiap tahun ada sekitar 2-3 kali tercatat latihan penanganan gempa, seperti latihan migrasi menuju tempat penampungan yang aman di lapangan softball campus. Bahkan microphone-microphone dari bagian tata usaha kampus sering kali terdengar hanya untuk melakukan test apakah microphone tersebut berfungsi dengan baik atau tidak untuk sewaktu-waktu digunakan mengarahkan orang-orang ke tempat penampungan.

Demikian pula halnya di apartement-apartement tempat warga. Di tempat tinggal saya contohnya, setiap tahunnya ada minimal satu kali pengecekkan sinyal (alarm) penangkap asap atau panas di dalam apartement. Alarm ini akan terhubung dengan kantor pemadam kebakaran daerah setempat. Sehingga sewaktu-waktu berbunyi karena asap yang menebal atau panas disekitarnya, akan dengan mudah terdeteksi di wilayah mana itu terjadi. Jadi jangan berharap Anda bisa dengan mudah membakar sesuatu di dalam rumah, seperti bermain kembang api. Untuk sekedar masak pun atau mandi dengan shower air panas, blower di dapur atau di kamar mandi harus dinyalakan kalau tidak mau mengundang Pak pemadam kebakaran datang ke apartement Anda.

Rekan saya pernah punya kejadian lucu dan unik untuk diingat. Suatu ketika mereka bermaksud mengadakan bakar sate di apartement (bisa menggunakan kompor listrik dengan pemanggang daging). Tapi karena khawatir alarm akan berbunyi akibat banyaknya asap yang ditimbulkan, maka mereka memindahkan pembakaran di bagian tangga apartement (di luar apartement). Selang beberapa lama, ternyata alarm di apartement tersebut berbunyi cukup keras, dan tak lama kemudian datanglah petugas pemadam kebarakarn tersebut. Tidak ada api yang akan dipadamkan, melainkan mereka hanya memberikan peringatan kepada rekan saya untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya itu. Uniknya lagi, selama alarm tersebut berbunyi, tidak ada satu wargapun yang berkumpul di sekitar apartement tersebut. Entah karena mereka merasa aman, karena sudah ada petugas yang akan menangani hal itu, atau karena memang mereka individualis dan merasa itu bukan lagi urusan mereka.

Anyway, yang saya ingin bagi di tulisan ini adalah bahwa tidak peduli apakah bencana itu akan datang atau tidak, tapi persiapan dan antisipasi harus dibuat. Begitulah negeri Jepang tempat saya tinggal saat ini telah melakukannya dengan sangat baik. Setidaknya, itu kesan saya.

Wallahu a`lam bishowab.

Dede Heri Yuli Yanto,

Matsuyama Shi

October 24, 2013.

Share this:

  • LinkedIn
  • Twitter
  • Tumblr
  • Facebook
  • Surat elektronik
  • Cetak

Listrik statis saat musim dingin di Jepang

16 Rabu Okt 2013

Posted by dedeheriyuliyanto in Hikmah, Pendidikan, Science

≈ 4 Komentar

Tag

Jaket wool, Jepang, Kesetrum, Listrik statis, Musim dingin, Udara kering


listrik statis-okAlhamdulillah, saat ini Jepang tengah memasuki musim gugur yang dalam bahasa Jepang disebut dengan “aki”. Itu artinya, cuaca akan mulai beranjak turun menjadi lebih dingin ke depannya. Suhu terendah biasanya ada disekitar akhir bulan Januari hingga pertengahan Februari. Itu berarti musim dingin (atau yang dalam bahasa Jepangnya disebut dengan fuyu) sedang berada di puncak-puncak “kedinginannya”. Bagi saya, musim dingin di Jepang memiliki tantangan tersendiri. Selain rasa dingin yang luar biasa (karena saya memang tidak kuat dingin) dan menyebabkan kulit pecah-pecah bahkan hingga berdarah, ditambah jadwal sholat yang semakin pendek disiang hari, musim dingin di Jepang sering “mengejutkan” saya dengan setruman “listrik statisnya”. Terus terang setruman-setruman ini sempat “meneror” saya, hingga suatu waktu membuat saya agak trauma menyentuh benda-benda “berbau” besi. Bayangkan, setiap saya menyentuhnya, baik sengaja atau tidak, tiba-tiba saya kesetrum, dan tidak jarang dengan daya setrum yang cukup besar sehingga mengejutkan saya. Karenanya saya sering berhati-hati saat menyentuh gagang pintu, keran air, meja belajar (yang sebagiannya terbuat dari besi), atau elevator (lift). Biasanya saya tarik sedikit bagian jaket atau kemeja saya untuk memegangnya. Itupun, kalau tidak lupa. Seringnya saya terlupa dan spontan kesetrum. Sebelum saya menulis blog ini pun, saya sempat kesetrum karena memegang keran westafel saat ingin cuci tangan, padahal baru masuk “aki”. Tapi, Alhamdulillah, kejadian itu jadi mengingatkan saya untuk menulis artikel ini.

Fenomena listrik statis sebenarnya bukan hanya terjadi di Jepang. Di negeri-negeri lain yang mengalami musim dingin pun biasa merasakannya. Ini terjadi karena udara di tempat tersebut sangat dingin, mengakibatkan kelembaban yang sangat rendah. Atau dengan kata lain, udara menjadi sangat kering. Udara yang sangat kering ini, menjadi salah satu insulator yang dapat mendukung terbentuknya gejala listrik statis. Disamping itu, pakaian yang digunakan selama musim dingin, yang biasanya terbuat dari bahan wol, menambah kemungkinan timbulnya fenomena ini.

Kenapa bisa timbul listrik statis?

Sebenarnya fenomena listrik statis sudah umum diketahui. Salah satunya percobaan ketika kita menggosokan penggaris plastic ke kain. Setelah beberapa lama digosokan, apabila penggaris plastic tersebut kita dekatkan dengan rambut, maka seketika pula rambut akan berdiri dan menempel ke penggaris tersebut.

Setiap benda disekitar kita tersusun atas materi yang paling kecil disebut atom. Atom tersusun atas tiga bagian yang lebih kecil, disebut proton (bermuatan positif), neutron (tidak bermuatan), dan electron (bermuatan negative). Biasanya setiap benda itu bersifat netral yang artinya jumlah proton dan elektronnya sama. Suatu keadaan tertentu dapat menyebabkan jumlah elektronnya di suatu bahan lebih banyak dari proton, sehingga benda tersebut bermuatan negative, demikian sebaliknya, jika jumlah protonnya lebih banyak dari elektronnya, ia akan bermuatan positive.

Beberapa atom memegang electron mereka lebih kuat dibandingkan yang lainnya. Hal ini menentukan seberapa besar kecenderungan sebuah benda untuk melepaskan atau menerima elektronnya ketika bersentuhan dengan benda lainnya. Di dalam sains istilah ini dikenal dengan deret triboelektrik. Saya tidak ingin terlalu detail membahas deret ini supaya tidak terkesan rumit. Intinya adalah ketika suatu bahan bersentuhan maka sangat dimungkinkan terjadinya perpindahan electron dari suatu bahan yang lebih banyak mengandung electron ke bahan yang lebih sedikit elektronnya. Beberapa atom mendapatkan tambahan electron sedangkan yang lainnya kekurangan electron. Perpindahan muatan inilah yang disebut dengan listrik statis. Semakin jauh jarak antara kedua bahan dalam deret tersebut, semakin besar efek yang ditimbulkan dari perpindahan electron tersebut.

Terasa kesetrum

Jaket-jaket tebal yang terbuat dari wool atau bulu yang digunakan selama musim dingin, atau sepatu yang terbuat dari bahan insulator dapat mengumpulkan muatan pada tubuh kita dan siap akan melompat dan berpindah ke gagang pintu, keran air dan sebagainya untuk menjadi netral. Udara kering saat musim dingin semakin memanjakan fenomena ini. Makanya, saat tubuh kita yang sudah terkumpul oleh muatan listrik kemudian menyentuh bahan-bahan konduktor seperti gagang pintu, keran air, atau bagian besi pada meja belajar, akan menimbulkan kejutan listrik yang terkadang lumayan besar. Saat itulah kita merasakan kesetrum. Jadi, peristiwa kesetrum itu sebenarnya adalah peristiwa perpindahan muatan dalam tubuh kita yang terkumpul untuk menjadikannya netral.

Menghindari efek kesetrum

Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengurangi efek listrik statis pada diri kita. Misalnya dengan menggunakan humidifier di dalam ruangan sehingga udara di dalam ruangan tersebut tetap terjaga kelembabannya. Memakai pakaian dengan bahan serat alami sehingga mengurangi penumpukkan muatan pada tubuh kita. Selama di dalam rumah, misalnya, berjalan tanpa alas kaki (meskipun kadang-kadang cukup dingin juga) sehingga mampu mengurangi penumpukan muatan karena telah tersalurkan ke ground (Tanah). Dan biasanya saya selalu menyentuh dinding (ground) dahulu sebelum menyentuh bahan konduktor untuk mengurangi efek loncatan muatan tersebut. Karena dengan menyentuk dinding atau wall yang terhubung ke tanah, akan mengosongkan muatan dalam tubuh kita sehingga tidak terjadi lompatan saat bersentuhan dengan bahan konduktor. Kalau di dalam hotel atau gedung universitas, biasanya di depan lift akan ada tulisan seperti gambar di atas, yang meminta kita untuk menyentuh bagian tersebut terlebih dahulu agar tidak kesetrum saat menekan tombol lift tersebut.

Anyway, fenomena listrik statis ini memang unik, dan merupakan salah satu tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang menciptakan seluruh benda-benda tersebut dengan berbagai karakteristik dan sifat-sifat uniknya. Tentu ini dapat menjadi pelajaran bagi kita jika kita mau mengambil hikmahnya. Selamat memasuki musim gugur, dan bersiap-siap menghadapi musim dingin. Hati-hati yah kesetrum…..

Wallahu a`lam bi ashowab.

Dede Heri Yuli Yanto,

Matsuyama Shi,

16 Oktober 2013.

Share this:

  • LinkedIn
  • Twitter
  • Tumblr
  • Facebook
  • Surat elektronik
  • Cetak

Jalan-jalan sambil bersekolah di Jepang

30 Jumat Agu 2013

Posted by dedeheriyuliyanto in Hikmah, Pendidikan

≈ 3 Komentar

Tag

Fukuoka, Hiroshima, Jepang, Kochi, Kyoto, Matsuyama, Morioka, Osaka, Sapporo, Sekolah, Tokushima, Tokyo, Tottori


Peta Jepang-edited_edited-3Bisa melanjutkan sekolah di Jepang merupakan nikmat yang harus disyukuri. Apalagi kalau selama studi, ternyata kita bisa mendapatkan bonus tambahan seperti jalan-jalan keliling Jepang. Waah asyik sekali yah…

Itulah yang saya alami selama ini. Sejak kuliah di Ehime University (di Pulau Shikoku) tahun 2009 lalu, setidaknya ada lebih dari 11 prefecture yang sudah saya kunjungi, dari pulau yang paling atas (Hokkaido) hingga yang terbawah (Kyushu), dari sekedar kunjungan ke tempat teman, kegiatan keorganisasian, konferensi, hingga hanya sekedar jalan-jalan. Rata-rata saya tinggal 3-4 hari disana. Ada juga cuma satu hari atau hingga satu minggu. Dan insyaAllah, saya berusaha mencari pelajaran dan hikmah dari setiap perjalanan yang saya lalui tersebut.

Di akhir tahun pertama (2010), saya mengunjungi Kochi Prefecture. Tujuan utamanya adalah untuk mengikuti seminar Japan Wood Research Society, Chugoku Region, namun saya tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk jalan-jalan dan melihat sekeliling kota Kochi. Kesan pertama yang saya dapati adalah bahwa Kota Kochi sedikit lebih kecil ketimbang Matsuyama (Kota di mana saya tinggal). Setidaknya, sudah dua kali saya mengunjungi tempat ini. Tempat yang paling berkesan bagi saya adalah Kochi Eki (Stasiun Kochi) karena posisinya yang sangat dekat dengan Hotel di mana saya tinggal juga dengan Hotel tempat konferensi di laksanakan. Di Kochi, banyak tempat terkenal seperti museum Anpanman (tokoh kartun animasi terkenal di Jepang), Patung Sakamoto Ryouma, Kochi castle, dan lain-lain.

Di tahun kedua (2011) saya mengikuti dua kali konferensi, yang pertama di Bulan Maret bertempat di Kyoto University dan kedua di Hiroshima University pada September. Kyoto terkenal dengan kota budaya dengan banyak sekali tempat-tempat indahnya, terutama pada musim gugur (aki) dengan pemandangan daun momiji-nya serta pada musim semi (haru) dengan pemandangan bunga sakuranya. Banyak tempat di Kyoto yang bisa dikunjungi, misalnya kinkaku-jin (tempel dengan nuansa emas), Kiyomizu-dera, dan lain-lain. Demikian pula Hiroshima dengan tempat bersejarah Bom Atomnya (Hiroshima Dome) yang cukup memberikan pengalaman bersejarah bagi saya. Perjalanan dari kota tempat tinggal saya ke Hiroshima tidak memakan waktu lama. Cukup dengan menaiki super jet(6900 yen/orang dewasa dan 3450 yen/anak-anak) bisa mencapai Hiroshima City dalam waktu kurang dari dua jam. Pemandangan selama naik super jet dengan rentetan pulau-pulau kecil sepanjang Shikoku-Honshu pun menjadi pengalaman tadabbur alam yang luar biasa. Oleh karenanya, dikesempatan berikutnya saya ajak anak-anak dan isteri untuk memberikan pengalaman yang sama dan mengenalkan kepada mereka tentang makhluk-makhluk sang Maha Pencipta (Allah SWT), juga dengan berbagai peristiwa sejarah seperti di Hiroshima Dome tersebut. Kedua anak-anak saya selalu melontarkan pertanyaan kepada saya atau uminya, kenapa Hiroshima di bom, kenapa sampai habis semua bangunannya terkena bom, dan sebagainya. Saya pun, cukup menjelaskannya dengan sederhana. Kebetulan pula pada kesempatan kedua tersebut kami memilih bertepatan dengan festival bunga sehingga banyak sekali bunga pada hari itu. Di sekitar Hiroshima, kita bisa mengunjungi Miyajima Island, pulau kecil yang terkenal dengan jinja orange-nya di tengah laut. Untuk anak-anak, kita bisa memperkenalkan mereka tentang binatang-binatang laut di Marine Museum-nya Miyajima Island. Pengalaman yang luar biasa menyenangkan mengenalkan kepada mereka ciptaan-ciptaan Allah SWT sembari memegang langsung dalam wujud fisiknya. Mereka dapat memegang bintang laut, berhadapan langung dengan paus, lumba-lumba, anjing laut, dan lainnya.

Di tahun ketiga (2012), saya berkesempatan mengikuti 3 konference sekaligus yaitu di Sapporo (Hokkaido) pada bulan Maret, di Tokushima (Shikoku) pada bulan September, serta di Fukuoka (Kyushu) pada bulan November. Tiga kota yang berbeda dan dipulau yang berbeda mewakili bagian utara, barat, dan selatan Jepang. Pengalaman di Sapporo yang paling unik adalah di hampir seluruh bagian kota ini dipenuhi oleh salju (kebetulan waktu itu adalah musim dingin), jadi cukup dingin juga..hihihi. Tapi sayangnya, ketika salju tersebut mulai mencair, saya berkesan secara subjectif bahwa jalan-jalan terasa terlihat becek dan kotor (sekali lagi ini subjektifitas saya). Yang paling berkesan adalah bahwa komunitas Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Sapporo mengelola rumah makan halal sendiri dengan nama “Kedai Kita” yang menu-menunya luar biasa. Kamipun mendapatkan sambutan yang luar biasa disana dengan menyajikan menu halal khas Indonesia dengan rasa nusantara. Di Tokushima, pengalaman paling berkesan adalah saat kami berkunjung ke salah satu industri plywood yang luar biasa besar. Sedangkan di Fukuoka, saya merasakan kondisi kota besar yang masih sangat nyaman, berbeda jauh dengan Tokyo dan Osaka yang penuh sesak dengan orang-orang sibuk di jalan-jalan.

Di tahun keempat (2013), kesempatan mengikuti konferensi datang lagi. Kali ini malahan ada 5 konferensi sekaligus yang sudah dan akan dilaksanakan, insyaAllah. Di awal tahun, saya mengikuti HOPE Meeting bersama para peraih Nobel Laureates serta bertemu dengan pemuda-pemuda (Ph. D  dan Post doctoral students) dari berbagai negara. Sungguh pengalaman yang luar biasa menambah tingkat dan cara berpikir saya karena mereka datang dari negara-negara seperti Australia, Bangladesh, China, Korea, Japan, Taiwan, Singapura, Malaysia, India, Mesir, dan Negara Afrika lainnya, serta mereka yang sedang postdoc dari berbagai wilayah di Universitas-universitas besar di Amerika, yang tentu memiliki pola pikir serta budaya masing-masing yang berbeda. Bertemu langsung dengan para peraih nobel seperti Prof. Susumu Tonegawa, Prof. Makoto Kobayashi, Prof. Leo Esaki, Prof. Ryoji Noyori, Prof. Mario Capecchi, Prof. Gunnar Oquist, Prof. Aharon Chiechanover, serta banyak lagi professor lainnya tentu memberikan tambahan pengetahuan dan cara berpikir yang luar biasa. Mereka semuanya mengajarkan kepada kami bahwa sains dibangun dengan menemukan fakta-fakta, bagaimana kriteria kita dalam menjustifikasi sesuatu, bagaimana pentingnya kita sadar akan eksistensi kita di muka bumi, serta bagaimana sains dapat bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan manusia seluruhnya, serta banyak hal lainnya yang insyaAllah akan dikupas dalam tulisan yang lain. Belum lagi dengan acara kunjungannya ke berbagai research facilities yang luar biasa di Rikken. Pada bulan Maret 2013, saya berkesempatan mengikuti konferensi di Morioka, kota kecil di Utara Jepang. Tidak ada yang terlalu berkesan di Morioka, selain bahwa selama perjalanan dari Tokyo hingga Morioka sejauh 535,3 km tersebut, kami menggunakan Shinkansen, yang merupakan pengalaman pertama bagi saya. Sebenarnya, perjalanan terjauh selama ini adalah saat konferensi ke Sapporo. Akan tetapi, karena saat itu menggunakan pesawat terbang, kesan diperjalanan hampir sama dengan sebelumnya. Sedangkan saat ke Morioka, kami menggunakan pesawat terbang dari Matsuyama ke Tokyo, dan Shinkansen dari Tokyo ke Morioka. Total jarak tempuh sekali perjalanan adalah 1422.9 km dengan waktu tempuh 6 jam 22 menit. Selama perjalanan tersebut sebanyak 104,5 kg CO2 teremisikan ke udara. Pada bulan September, Oktober, dan November mendatang, insyaAllah saya akan mengikuti konferensi di Tottori, Kyoto, serta di Takamatsu.

Memanen hikmah di setiap perjalanan. Alam semesta beserta isinya, demikian juga teks Al-Qur`an, disebut oleh Allah SWT sebagai “ayat-ayat Allah”. Para ulama membedakannya dengan menyebutnya sebagai ayat kauniyah dan ayat kauliyah secara berturut-turut. Memfungsikan keduanya amatlah diperintahkan oleh Allah SWT untuk menguatkan keimanan kita. Disetiap perjalanan yang kita dilalui, Allah SWT mengajak kita untuk melihat dan memperhatikan bagaimana Allah SWT menciptakan makhluk-makhluknya, termasuk manusia (Al-Ankabut: 29). Demikian pula Allah SWT mengajak manusia untuk mendapatkan manfaat dari sejarah, peradaban, serta kisah orang-orang masa lalu (Ar-Ruum: 42; Al-An`am: 11; Ghafir: 21, dan banyak lagi).

Belajar dari Jepang. “Hikmah laksana hak milik seorang mukmin yang hilang. Dimanapun ia menjumpainya, disana ia berhak mengambilnya”. (HR. Al-Askari dari Anas, RA.). Jepang adalah negara maju, terutama dalam bidang sains dan teknologi. Oleh karenanya, sangat wajar jika Jepang menjadi pusat tujuan belajar, terutama bagi negara-negara Asia-Afrika dan Pasific trim. Dalam hal teknologi dan manajemen transportasi misalnya, sepertinya hampir semua negara di dunia perlu belajar kepada Jepang, terutama dalam hal pelayanan publik, ketepatan waktu, keamanan, kenyaman, dan detail disetiap itinerary yang dibuat. Setiap akan melakukan perjalanan, itinerary selalu dibuat secara detail mulai dari ketepatan waktu, ongkos, jarak tempuh, hingga emisi CO2 yang akan dikeluarkanpun diperhitungkan. Di tempat-tempat publik pun tanda-tanda arah jelas terlihat, sehingga memudahkan wisatawan. Oleh karena itu, melakukan perjalanan selama di Jepang terkesan sangat mudah dan menyenangkan. Selain kemudahan akses dan kenyamanan dalam transportasi, pendekatan promosi yang baik tentang keunikan dan potensi masing-masing daerah membuat kegiatan pariwisata di Jepang terus berkembang. Salah satu contohnya, mereka membangun beberapa tower di masing-masing propinsi tertentu. Salah satu tower terbaru adalah Tokyo Sky Tree http://www.tokyo-skytree.jp/en/index.html yang menjadi salah satu menara tertinggi di dunia dengan tinggi 634m!

Wallahu a`lam bi ashowab,

Dede Heri Yuli Yanto

Matsuyama Shi

30 Agustus 2013.

Share this:

  • LinkedIn
  • Twitter
  • Tumblr
  • Facebook
  • Surat elektronik
  • Cetak

Panasnya Jepang menyadarkan kebutuhan akan naungan Allah SWT

29 Kamis Agu 2013

Posted by dedeheriyuliyanto in Berpikir, Hikmah

≈ 1 Komentar

Tag

Ehime, Jepang, Musim panas, Naungan Allah SWT


Summer Japan 1-editedMasih PD (percaya diri) menghadapi kehidupan setelah hari kiamat nanti tanpa bekal persiapan? atau kamu emang belum sadar dasyatnya suasana pada hari itu hingga masih berleha-leha dari kehidupan akhirat? Tulisan berikut mudah-mudahan menjadi washilah untuk menyadarkan kembali kekhilafan kita selama ini yang mungkin sedikit terlenakan oleh keindahan “sementara” dunia ini.

Pada pertengahan musim panas tahun ini (2013) tepatnya tanggal 12 Agustus kemarin, beberapa tempat di Jepang, khususnya di bagian barat (Western Japan), mengalami suhu yang ekstrim sangat tinggi. Empat tempat bahkan dilaporkan hingga mencapai titik tertinggi diatas 40 derajat celcius! Misalnya di Shimanto-City, Propinsi Kochi, tercatat mencapai 41 derajat celcius! Silahkan dilihat laporannya disini. http://ds.data.jma.go.jp/tcc/tcc/news/press_20130813.pdf. atau disini http://ds.data.jma.go.jp/tcc/tcc/index.html.

Saya sendiri, saat ini tinggal di Propinsi Ehime, yang posisinya dekat dan bertetanggaan dengan Propinsi Kochi. Meski suhu paling ekstrim-nya bukan di Ehime (Alhamdulillah), suasana panas menyengat, khususnya saat pagi-siang hari (kira-kira pukul 8-12) selalu kami rasakan setiap harinya selama musim panas. Bahkan sering kali panasnya hingga sore hari. Rata-rata suhu di sini (musim panas, dibulan Agustus 2013) berkisar 32 derajat. Tahun ini suhu tertinggi mencapai 35 derajat! Meski secara general suhu rata-rata pada saat musim panas di Jepang tidak berbeda secara significant dengan di Indonesia, kondisi panas sebenarnya menjadi sangat berbeda lantaran perbedaan parameter lainnya. Salah satu parameter yang paling berbeda adalah kelembaban (humidity). Saat musim panas, humidity di Jepang sangat tinggi (66-90%). Faktor humidity inilah yang menjadi sangat menentukan kondisi panas yang sebenarnya dirasakan oleh seseorang (meski juga perlu memperhitungkan faktor lainnya seperti Dew Point, dll). Hari-hari yang panas dan dikelembaban yang tinggi akan terasa lebih panas daripada hari-hari yang panas tapi rendah kelembabannya karena tingginya kadar air dalam udara yang sangat lembab mencegah terjadinya penguapan keringat dari kulit. Itulah kenapa musim panas di Jepang begitu berkeringat, gerah, mencekik (karena hausnya), dan It`s……hot! 

Setiap hari-hari tertentu, saya biasa mengantar anak ke sekolah sebelum saya berangkat ke kampus. Seperti hari-hari lainnya di musim panas, kondisi pagi itu (sekitar pukul 9-10 pagi) terasa sangat menyengat. Tidak heran kalau baju yang baru saja saya kenakan langsung basah oleh keringat yang keluar. Meskipun begitu, saya tetap mengayuh sepeda saya, yang bercirikan dua boncengan tempat duduk untuk kedua anak saya tersebut. Pemandangan di jalan, seperti biasa, ada beberapa orang berlalu lintas dengan sepedanya. Sebagian lagi mirip dengan saya, terlihat seperti baru pulang mengantar anaknya dari sekolah. Hingga suatu saat saya menemukan pengalaman yang sebenarnya biasa saja, tapi dapat menyentuh kesadaran saya ketika itu.

Suatu ketika, saya berhenti karena lampu merah. Tapi karena kondisi yang terasa amat panas, maka saya pun tidak berhenti tepat di seberang zebra cross-nya. Saya berhenti agak jauh sedikit darisana, sebelum lampu merah, tepat dibawah naungan papan petunjuk arah yang membentuk bayangan cukup luas. Sehingga dengan itu, saya dapat berteduh sejenak di bawahnya hingga lampu berubah menjadi hijau. Dari arah berlawanan, saya melihat ibu muda bersepeda yang juga ingin menyeberang lampu merah. Uniknya, perlahan tapi pasti, dia merapatkan sepedanya tepat digaris bayangan yang dibentuk oleh tiang lampu merah. Meski tidak seluas naungan yang saya tempati, barangkali itu bisa juga digunakan untuk sekedar berteduh dari teriknya matahari Jepang, pikir saya saat itu. SubhanAllah, Maha Suci Allah yang telah menyadarkan saya ketika itu akan satu hal yang sederhana, tapi begitu penting. “bahwa secara alamiah, setiap manusia (baik yang beriman ataupun yang kafir) pasti membutuhkan naungan dari teriknya panas matahari, bahkan naungan yang kecilpun akan dicari untuk sekedar berteduh dibawahnya.”

Di saat yang lain, diwaktu sore hari, saya menemukan kondisi yang serupa. Bahwa mencari naungan adalah hal yang fitrah! Ini dia fotonya.

Summer Japan-edited

Kawan, teriknya bumi Jepang dimusim panas sungguh tidak seberapa bandingannya dengan keadaan ketika manusia dikumpulkan di padang Mahsyar ketika hari perhitungan nanti. Pada hari ketika manusia dikumpulkan di padang Mahsyar, matahari didekatkan sejauh satu mil dari mereka, sehingga manusia berkeringat, hingga keringat tersebut menenggelamkan mereka sesuai dengan amalan masing-masing ketika di dunia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تُدْنَى الشَّمْسُ  يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ حَتَّى تَكُوْنَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيْلٍ،  قَالَ سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ : فَوَاللهِ، مَا أَدْرِي مَا يَعْنِي بِالْمِيْلِ  أَمَسَافَةَ اْلأَرْضِ أَمْ الْمِيْلَ الَّذِي تُكْتَحَلُ بِهِ الْعَيْنُ، قَالَ :  فَيَكُوْنُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ فَمِنْهُمْ مَنْ  يَكُوْنُ إِلَى كَعْبَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ،  وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى حَقْوَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ  إِلْجَامًا، وَأَشَارَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ  إِلَى فِيْهِ

“Pada hari kiamat, matahari didekatkan jaraknya terhadap makhluk hingga tinggal sejauh satu mil.” –Sulaim bin Amir (perawi hadits ini) berkata:  “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan mil. Apakah ukuran jarak  perjalanan, atau alat yang dipakai untuk bercelak mata?” Nabi shallallahu  ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sehingga manusia tersiksa dalam keringatnya sesuai dengan kadar amal-amalnya (yakni dosa-dosanya). Di antara  mereka ada yang keringatnya sampai kedua mata kakinya. Ada yang sampai kedua  lututnya, dan ada yang sampai pinggangnya, serta ada yang tenggelam dalam  keringatnya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan meletakkan tangan ke mulut beliau.” (Hadits shahih.  Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2864).

Saat ini, jarak matahari ke bumi sekitar 147 – 152 juta km tergantung posisi bumi dan matahari atau sekitar 93-an juta mil!. Dengan jarak yang demikian jauhnya sudah mampu membuat manusia kepanasan, kegerahan, bahkan tercekik karena hausnya, bagaimana mungkin manusia mampu bertahan saat jarak matahari didekatkan menjadi 1 mil saja? Kalau keadaan didunia dengan panas yang seperti ini manusia begitu membutuhkan naungan untuk sekedar berteduh, maka bagaimanakah mungkin kita tidak butuh naungan saat jarak matahari didekatkan? Maka jawabnya pasti, kita membutuhkan naungan Allah SWT di padang Mahsyar kelak! Pasti!. Maka carilah naungan itu saat masih di dunia.

Kawan, pada hari yang panas itu, Allah SWT akan memberikan naungan kepada sebagian hamba pilihan-Nya. Tidak ada naungan pada hari itu, kecuali naungan-Nya semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):  “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan ‘Arsy-Nya pada  hari dimana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya semata.

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ  اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: اْلإِمَامُ الْعَادِلُ،  وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي  الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا  عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ:  إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ  مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan  ‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya  semata. 1. Imam (pemimpin) yang adil, 2. Pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya, 3. Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid, 4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, dimana keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, 5. Dan seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh seorang  wanita yang berkedudukan lagi cantik rupawan, lalu ia mengatakan: “Sungguh aku  takut kepada Allah.” 6. Seseorang yang bershodaqoh lalu merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan  kanannya, 7. Dan orang yang berdzikir kepada Allah di waktu  sunyi, lalu berlinanglah air matanya.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh  al-Bukhari, II/143 – Fat-h, dan Muslim, no. 1031).

SubhanAllah, tidak mudah mendapatkan naungan Allah SWT di akhirat kelak. Tapi kita adalah apa yang kita pilih. Selagi kita terus berusaha memilih jalan-jalan kebaikan (syariat Islam), maka semoga Allah SWT menguatkan kita akan pilihan-pilihan tersebut. Buatlah jalan untuk mencari naungan Allah kelak. Karena ngga` mungkin kita ngga` butuh naungan Allah SWT. Cuma kita aja yang ga nyadar……So. lebih baik sadar sekarang sebelum terlambat, daripada pas butuh baru sadar, itu artinya terlambat, Bro!.

Wallahu a`lam bi ashowab.

Dede Heri Yuli Yanto,

29 Agustus 2013

Matsuyama Shi,

 

Share this:

  • LinkedIn
  • Twitter
  • Tumblr
  • Facebook
  • Surat elektronik
  • Cetak

Pertimbangan Lain Sekolah di Jepang

02 Rabu Jan 2013

Posted by dedeheriyuliyanto in Pendidikan, Syari`ah, Universal

≈ 8 Komentar

Tag

Jepang, Sekolah, Syariah


Januari, selain menjadi icon bulan awal setiap pergantian tahun, juga menjadi bulan persiapan aplikasi beasiswa jepang atau yang lebih di kenal sebagai beasiswa monbusho. Ada banyak jenis beasiswa yang di tawarkan oleh monbusho, namun secara umum yang lebih populer adalah jenis G to G dan U to U. Untuk G to G, aplikasi bisa dilakukan via kedutaan besar Jepang atau konsulat jendralnya yang ada di Indonesia, sedangkan U to U dilakukan langsung melalui Professor di universitas yang dituju. Cara ini biasanya dilakukan melalui beberapa tahap sebelumnya, diantaranya wawancara saat Professor tersebut berkunjung ke Indonesia atau melalui internet.

Terkhusus bagi mereka yang berburu U to U, akhir januari ini adalah deadline pengumpulan aplikasi di tiap-tiap university yang di tujunya di Jepang, meskipun terkadang bisa juga berbeda-beda tiap universitas. Sebagian besar calon aplikan mungkin sudah yakin akan universitas yang di tujunya, demikian pula dengan keputusannya untuk sekolah di Jepang. Meskipun begitu, tidak jarang mereka yang masih bimbang menentukan keputusannya apakah akan mengajukan aplikasi tersebut atau tidak. Pasalnya, ada banyak hal yang mesti mereka pertimbangkan terlebih dahulu sebelum melangkah jauh ke negeri sakura. Ini biasanya, meski tidak semuanya, menghantui mereka yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, sementara ia harus membawa serta keluarganya. Oleh karena itu, saya mencoba menuliskan beberapa info penting seputar sekolah di Jepang (yang saya ambil case study-nya di Ehime University, karena saya bersekolah di sini). Mudah-mudahan dapat menjadi bahan pertimbangan lain yang bisa membantu anda menentukan pilihan anda.

Pertimbangan uang beasiswa vs kebutuhan hidup
Dari sekian pertanyaan yang masuk ke email saya (baik yang dikenal ataupun tidak), kebanyakan seputar “apakah uang beasiswa yang diterima setiap bulannya cukup atau tidak untuk kebutuhan hidup di Jepang?” Secara singkat saya jawab, cukup, bahkan lebih dari cukup jika kita mampu me-manage keuangan kita dengan baik. Berikut secara detail, rincian pemasukkan dan pengeluaran setiap bulannya:

Pemasukkan:

Sumber pemasukkan satu-satunya bagi mereka yang single adalah dari beasiswa sebesar 143 ribu yen (sekitar 14 – 15 juta rupiah, tergantung nilai tukar yen terhadap rupiah). Kesempatan menambah pemasukkan bagi mereka yang single atau keluarga bisa melalui baito (kerja paruh waktu). Biasanya 700 – 1000 yen per jam. Selain itu, untuk yang memiliki anak, pemerintah Jepang memberikan tunjangan anak per bulannya sebesar 10000 – 15000 yen per-anak tergantung usia anak. Untuk mendapatkan tunjangan anak, anda harus mendaftarkan nama anak anda ke syakusho (balai kota) di tempat tinggal anda.

Pengeluaran:

Secara umum, pengeluaran bulanan meliputi, biaya apartment, listrik, air, gas (jika ada), asuransi, biaya sekolah anak (jika ada), transportasi, dan biaya makan. Untuk tinggal di Matsuyama, Ehime, biaya transportas bisa nol, dikarenakan jarak kampus dengan apartment yang dekat dan akses ke kampus menggunakan sepeda. Untuk rincian biaya masing-masing adalah sebagai berikut:

1. Apartment : 27.000 – 45000 yen (tergantung jenis apartment, untuk single atau keluarga). Adapun untuk tinggal di International House, biasanya berkisar 10000 -13000 yen perbulan.
2. Listrik: 4000 – 18000 yen (tergantung musim dan pemakaian peralatan pemanas). Ketika musim dingin dan sering menggunakan pemanas atau AC, biasanya peaknya bisa mencapai 18000 yen. Jumlah ini bisa meningkat hingga 23000 yen jika anda full menggunakan pemanas (saya mendapatkan info ini dari rekan saya yang kebetulan mencapai angka tersebut pada musim dingin). Asalkan bisa mengatur pemakain AC atau pemanas dengan baik, kita bisa menghindari lonjakkan pemakaian yang berlebihan. Misalnya dengan mencari alat pemanas yang hanya 400 watt, mengatur jam penggunaannya, dll.

3. Air : 2000 – 6000 yen. Pembayaran air juga tergantung pengelola apartement. Ada yang langsung dimasukkan ke dalam biaya apartment, ada juga yang tidak. Besaran tagihan Ini  juga tergantung pemakaian kita.

4. Asuransi kesehatan: Untuk asuransi pemerintah Jepang, per-orang dewasa kira-kira 1300 yen per-bulannya. Untuk keluarga (empat orang, termasuk anak-anak), besaran asuransi kesehatan sekitar 33000 yen per tahun. Adapun fasilitas asuransi yang diberikan ini berupa biaya pengobatan gratis untuk balita, serta keringanan biaya pengobatan bagi orang dewasa. Ini sangat membantu karena biaya yang mesti dibayarkan menjadi sangat ringan dibandingkan seharusnya.

5. Biaya sekolah anak: biaya sekolah anak tergantung dari tempatnya, apakah milik pemerintah atau privat. Biasanya untuk pelajar, anak-anak mendapatkan keringanan biaya sekolah dari pemerintah Jepang. Untuk itu, kita perlu menunjukkan surat keterangan bebas pajak yang di peroleh dari syakusho setiap tahunnya.

6. Biaya komunikasi dan internet. Komunikasi dan internet sudah seperti kebutuhan primer disini. Biaya rata-rata pemakaian HP per bulan dapat mencapai 2000 – 6000 yen tergantung paket yang diambilnya. Untuk paket smartphone seperti Iphone, dengan langganan internet 3G atau 4G unlimited, tentu lebih mahal daripada hanya menggunakan HP biasa. Untuk langganan internet di apartment juga beragam. Kasus saya, menggunakan Pikara dengan biaya sekitar 6000 yen per bulan. Untuk menghemat, adakalanya kami share jaringan dengan tiga teman lainnya di apartment yang sama. Karena kecepatan internet di Jepang sangat baik, maka share seperti ini tidak berpengaruh sama sekali terhadap kualitasnya.

6. Biaya makan sehari-hari: Ini tentu sangat tergantung dari pola hidup masing-masing. Yang jelas, apabila kita masak sendiri di apartment tentu jauh lebih murah daripada makan di kantin atau beli masakan diluar. Disamping itu, kehalalan makanan yang kita makan, insyaAllah lebih terjamin. Perlu di ketahui, sangat banyak sekali makanan yang tergolong syubhat hingga haram yang beredar di Jepang. Jadi, bersikap wara’ (hati-hati) dalam hal ini lebih baik.

7. Biaya transportasi, tentu berbeda-beda di tiap-tiap daerah di Jepang. Untuk di Matsuyama, Ehime yang kebetulan kota kecil, biaya ini hampir nol karena jarak apartment ke kampus serta tempat-tempat lainnya dapat di jangkau hanya menggunakan jitensha (sepeda).

Kalau anda hitung-hitung, tentu masih ada selisih. Untuk single, selisihnya jauh lebih besar daripada keluarga sehingga dapat menabung lebih banyak.

Pertimbangan lainnya

Pertanyaan lainnya yang masuk adalah mengenai adaptasi terhadap budaya (kehidupan dan belajar) serta kaitannya dengan pelaksanaan syariat Islam, dll. Tidak hanya di Jepang, sekolah di luar negeri, dimanapun, tentu ada pertimbangan pribadi lainnya yang harus diperhatikan seperti adaptasi terhadap cuaca, bahasa, makanan, budaya (kehidupan dan belajar), versus kemudahan dalam menjalankan syariat Islam dll, atau apakah mendapatkan izin dari suami (bagi wanita berkeluarga), dll. Menurut saya, adaptasi terhadap cuaca, bahasa dan budaya akan dengan sendirinya bisa dilakukan, walaupun persiapan dini dengan mempelajarinya melalui buku-buku, internet, dll selagi di Indonesia, tetap perlu dilakukan.

Perlu diketahui bahwa keputusan sekolah di luar negeri, seperti Jepang tentu tidak selalu menjadi keputusan terbaik. Begitu pula dengan keputusan untuk selalu berada di “comfortable zone“, seperti keasyikan rutinitas hidup di negeri sendiri yang nyaman, barangkali akan menghambat kemajuan kita. Namun begitu, pilihan harus tetap dibuat. Untuk itu, jangan lupa untuk sholat istkharah dan perbanyak berdo`a sebelum menentukan pilihan. Kalau sudah menentukan satu pilihan, lalu bertawakal-lah. Tentu, pilihan dan keputusan juga harus mengutamakan kepentingan syariat Islam.

Sesuatu yang kamu sukai, belum tentu baik bagimu.

Manusia hanya wajib berusaha dan tidak punya kuasa menentukan hasil. Kalaupun  hasilnya ternyata anda tidak jadi berangkat ke Jepang karena gagal mendapatkan beasiswa atau karena tidak mendapatkan izin suami, maka yakinlah Allah SWT mempunyai rencana yang lebih indah untuk Anda, daripada sekedar belajar di Jepang. Bukankah Allah SWT telah berfirman:

وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS: Al-Baqarah: 216).

Apapun hasilnya, setelah anda berusaha, berdo`a, bertawakal dan tetap berpegang pada syari`at-Nya. Tetaplah ridho dan berprasangka baik pada ketetapan Allah SWT. Wujud keridho`an manusia kepada Qodho Allah SWT adalah bersyukur dan bersabar.

“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Seluruh perkaranya baik baginya. Tidak ada hal seperti ini kecuali hanya pada orang mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan lantas dia bersyukur, maka hal itu baik baginya. Dan jika dia ditimpa kesulitan lantas dia bersabar, maka hal itu baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)

WaAllahu a`lam bi ashowab.

Dede Heri Yuli Yanto

Matsuyama Shi, Japan

Share this:

  • LinkedIn
  • Twitter
  • Tumblr
  • Facebook
  • Surat elektronik
  • Cetak

Berlangganan

  • Entries (RSS)
  • Comments (RSS)

Arsip

  • Juli 2014
  • Juni 2014
  • Mei 2014
  • Maret 2014
  • Februari 2014
  • November 2013
  • Oktober 2013
  • September 2013
  • Agustus 2013
  • Juli 2013
  • Juni 2013
  • April 2013
  • Januari 2013
  • Desember 2012
  • Oktober 2011
  • Mei 2009

Kategori

  • Akhlak
  • Berpikir
  • Dakwah
  • Hikmah
  • Jepang
  • Muhabasah
  • Pendidikan
  • Ramadhan
  • Science
  • Syari`ah
  • Uncategorized
  • Universal

Meta

  • Daftar
  • Masuk
Desember 2019
S S R K J S M
« Jul    
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031  

Dede Heri Yuli Yanto

Akal Akhirat Alhamdulillah Bamboo Bencana benci Berpikir Demokrasi desire Do`a Dunia Ehime evaluasi Fukuoka Hidup Hikmah Hilal Hiroshima HOPE Meeting Ikhtiar ilmu iman Invasion Islam Jaket wool Japan Jepang Kebahagiaan Kebiasaan Kematian Kesetrum knowlede Kochi Kyoto Listrik statis Logika Masalah Matsuyama Morioka Musim dingin Musim panas Nafsiyah Islamiyah Naungan Allah SWT Oil Osaka Pemilu Pemilu Legislatif Pemilu Presiden persiapan Persinggahan puasa Ramadhan Ramadhan 1434 H Renungan Rukyat Global Samudera Pasifik Sapporo Science Sekolah skill Solusi Suka Sukses Syariah Syariat Islam Syukur Taifu Takdir Taqwa Tidak suka Tokushima Tokyo Tottori Typhoon Udara kering

Komentar Terbaru

kawulane pada Hukum “Pemilu Negara Dem…
nurahmanafandi pada HOPE Meeting with Nobel Laurea…
nurahmanafandi pada Menuju perubahan masyarakat
Saat taksi mengejar… pada Saat dompet tertinggal di…
dedeheriyuliyanto pada Listrik statis saat musim ding…
Dahlia pada Listrik statis saat musim ding…
dedeheriyuliyanto pada Listrik statis saat musim ding…
Masruchin pada Listrik statis saat musim ding…
dedeheriyuliyanto pada Pertimbangan Lain Sekolah di…
ammar pada Pertimbangan Lain Sekolah di…

Kategori

  • Akhlak
  • Berpikir
  • Dakwah
  • Hikmah
  • Jepang
  • Muhabasah
  • Pendidikan
  • Ramadhan
  • Science
  • Syari`ah
  • Uncategorized
  • Universal

Tulisan Terkini

  • Emergency Bag – Siaga Bencana
  • Penemuan mikroba baru pengurai cemaran minyak mentah
  • Tentang memilih
  • Mempersiapkan “kelulusan”
  • Memahami hakikat perbuatan manusia

Arsip Tulisan

Tulisan Teratas

  • Kunci kebahagiaan: ada dibalik rasa syukur
  • Listrik statis saat musim dingin di Jepang
  • Berpikir dan berlogika, apa bedanya?
  • Akal dan Berpikir
  • Renungan di persinggahan....
  • Kebodohan Abu Lahab dan Kebenaran Al-Qur`an
  • Meniti anak tangga kesuksesan
  • Preparing for Ramadhan
  • Memahami hakikat perbuatan manusia

Blog di WordPress.com.

Batal
loading Batal
Tulisan tidak terkirim - cek alamat surel Anda!
Cek surel gagal, silahkan coba kembali
Maaf, blog Anda tidak dapat berbagi tulisan lewat surel.
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie